Skip to main content

Tuna Sandwich Segitiga


Aku masih terbengong di depan gerbang sekolah baruku lengkap dengan berbagai bawaan mulai dari alat tulis sampai karung beras yang wajib dibawa pada masa orientasi sekolah ini. Tidak ketinggalan tuna sandwich segitiga bekal makan siangku. Ketika terdengar suara senior berteriak-teriak di kejauhan, aku pun tersadar dan segera berlari panik bersama-sama dengan junior lainnya.
“Bruuukkk,” tiba-tiba tubuhku menabrak punggung seorang cowok. Entah darimana asalnya makhluk ini, yang aku tahu semua barang-barang bawaanku telah berhamburan di lantai. Tuna sandwich segitiga turut menjadi korban peristiwa ini, sukses terlempar ke lantai lobby sekolah. Ah, makan siangku, jeritku dalam hati.
“Ups maaf, sini aku bantu,” katanya sambil menyelempangkan kamera lensa besar di bahunya, dari seragamnya aku tahu dia kakak seniorku.“ Sorry yah, roti kamu jadi kotor,” katanya minta maaf.
“Bukan roti, ini sandwich tuna segitiga, “kataku mengoreksi tegas. Cowok itu tertegun mendengar jawabanku. Lalu kami berdua sibuk berjongkok mengumpulkan barang-barangku. Iseng aku melirik ke arahnya, “Lucu juga cowok ini,” pikirku dalam hati, wajahnya mirip Bae Yong Jun di film Hotelier. Tiba-tiba aku bersyukur sudah menabraknya.
“Sudah,cepat nanti kamu dihukum lho, Dira” katanya sambil menyerahkan karung beras milikku. Kok dia tahu namaku, aku pun kegeeran, mungkin popularitasku di SMP dulu sudah terdengar sampai ke sini. Aku mengangguk dan kembali berlari menuju lapangan sambil tak sengaja memandang papan nama dengan tulisan DIRA besar-besar di dadaku. Stupid me, pikirku sambil tersenyum pahit menertawakan kebodohanku.
Dari Ineke sahabat baruku, akhirnya aku tahu identitas asli Bae Yong Joon. “Namanya Kak Edu anak kelas XI C, dia ketua klab fotografi sekolah ini, KlabZoom. Calon Ketua OSIS juga lho.”
“ Kok loe tau banyak sih?” tanyaku penasaran.
“ Ya iyalah, dia itu temen deket abang gue.”
“ No wonderlah, udah punya cewek?”
Dan aku terpaksa mentraktirnya makan otak-otak di kantin untuk membuatnya tetap bercerita mengenai sosok Bae Yong Joon ini.

“ Ayo buruan. Nanti keburu tutup pendaftarannya,” Ineke menarik-narik tanganku berlari melewati pintu-pintu berwarna-warni di sederetan kantor ekskul di samping sekolah. Di depan sebuah pintu berwarna hijau dengan tulisan besar KlabZoom di depannya, Ineke menghentikan langkahnya dan mengajakku masuk. Percakapan tiga orang senior kelas dua di dalam kantor mendadak terhenti melihat kami berdua masuk. Dan aku segera mengenali sosok Bae Yong Joon ada di antara mereka. Sialan si Ineke, kenapa ga bilang mau ke sini. Mudah-mudahan penampilanku tidak terlihat acak-acakan, doaku dalam hati.
“ Dira, kenalin ini abangku, si gokil Topan,” kata Ineke sambil menunjuk salah satu cowok kelas dua itu yang berambut agak gondrong. Aku menyambut uluran tangannya. “Ada yang bisa dibantu, adik-adik yang cantik?” tanya Topan sambil nyengir lebar.
“ Udahlah ga usah basa basi, Bang, aku dan Dira mau daftar ekskul ini, boleh?” kata Ineke galak, kemudian dia menengok kea rah Bae Yong Joon-ku.
“ Kak Edu kok diam saja? kenalin dong ini teman sekelas Ineke,” kata Ineke. Kak Edu tersenyum.
“ Dira,” kataku mengulurkan tangan
“ Hi, tuna sandwich segitiga,” katanya menyambut uluran tanganku, ” Maaf yah waktu itu aku menabrakmu.” Aku senang ternyata dia masih mengingatku. “ Kapan-kapan aku mau dong coba tuna sandwich segitiga itu. Kelihatannya enak yah,” katanya bergurau. Mendadak aku salah tingkah. Tidak usah kamu mintapun aku pasti bawakan untukmu, Bae Yong Joon, kataku dalam hati. Dan resmilah aku dan Ineke menjadi anggota KlabZoom.
Siang itu kami sedang berada di kawasan kota tua Jakarta. Sebagai junior di KlabZoom, aku dan Ineke wajib ikut serta dalam project ini. Tugas kami adalah untuk mengabadikan obyek di sekitar kota tua ini. Aku berjalan di atas trotoar, di samping sebuah gedung tua yang menarik perhatianku. Ketika aku sedang sibuk mengatur lensa kamera SLR ku untuk mendapatkan fokus yang lebih baik, tiba-tiba aku merasakan seseorang berdiri di belakangku.
“Mau foto obyek yang mana, Dira?” Tanpa kusadari, Topan telah berdiri di belakangku. Siang ini penampilannya kelihatan berbeda dari biasanya. Cowok ini terlihat agak lumayan dengan setelan jeans belel dan kemeja kotak-kotak biru lengan panjang yang digulung sampai siku.
“Aku lagi mau foto gedung tua di sebelah kiri itu sebagai back ground, tapi sebenernya fokusnya aku mau foto ibu-ibu tua yang sedang berjualan lukisan itu,” kataku menjelaskan.
“ Oh kalau gitu, sebaiknya kamu ganti dulu dengan lensa wide, supaya kesannya lebih menyatu.”
Aku segera mengganti lensa sesuai dengan petunjuk Topan. Kemudian mulai mengarahkan kameraku ke obyek tujuanku. Sepasang tangan Topan tiba-tiba memegang tanganku membantu mengarahkan dari belakang. Aku terlonjak kaget.
“Ups, sorry kaget yah. Sini aku bantu kamu mencari fokus supaya penjual lukisan itu yang menjadi fokus fotomu nanti,'' kata Topan dengan santai. Aku menurut saja, entah kenapa tiba-tiba dadaku berdebar lebih kencang, tanganku terasa dingin. Sesekali tercium bau parfum cowok yang dikenakan oleh Topan. Damn, what's wrong with you, Dira. Fokus, fokus, ingat dia abangnya si Ineke.
“ Woooiii, Topan. Ngelaba aja loe,” teriak sebuah suara di belakang kami, diiringi dengan tawa cowok-cowok kelas dua. Mukaku terasa panas, apalagi kulihat Kak Edu ikut tertawa bersama mereka.
“Sirik aja kalian,” kata balas Topan berteriak,” Udah ngerti kan, Dira?” Aku mengangguk sambil berpura-pura sibuk dengan kameraku.
“ By the way, kenapa tangan kamu dingin banget yah?” tanyanya santai sambil ngeloyor pergi meninggalkanku. Sialan, kataku dalam hati, jangan-jangan dia juga bisa mendengar debar jantungku yang lebih kencang dari biasanya.
Ketika aku sedang duduk beristirahat bersama Ineke tiba-tiba Kak Edu berjalan menghampiriku, “ Bagaimana pengalaman pertama kalian motret outdoor?” tanyanya sambil duduk disebelahku.
“ Lumayan lebih banyak teknik yang bisa dipelajari dibandingkan bila foto indoor,” jawabku.
“ Dira, rumah kamu dimana?” tanya Kak Edu.
” Di Lebak Bulus, Kak,” jawabku sambil harap-harap cemas menanti kelanjutan percakapan ini.
“ Oh kebetulan, rumahku di Cinere. Kalau kamu tidak ada yang jemput, kamu bisa pulang bareng aku.” Ineke melirikku dengan senyum penuh makna. Sementara aku tiba-tiba menjadi salah tingkah. It's too good to be true, Aku diantar pulang Bae Yong Joon, Hatiku bersorak senang. “Baik, Kak. Kalau tidak merepotkan,”
“Ok, nanti kamu tunggu di sini saja, biar aku ambil mobil ke parkiran.” Ineke dengan setia menemaniku menunggu mobil Kak Edu. Sementara Topan masih bersikeras mengajakku pulang bersama mereka.
“ Sudahlah. Ditinggal saja sebentar lagi juga datang mobilnya,” kataku mengusir mereka halus. Ineke dan Topanpun melambaikan tangan meninggalkanku. Tak lama sebuah mobil jazz putih bergerak menuju ke arahku menunggu. Tampak sosok Kak Edu di belakang setir. Tapi siapa yang duduk di sebelahnya.
“ Yuk, Dira. Naik aja,” ajak Kak Santi sambil membuka jendelanya. Lho kok, aku bengong, namun buru-buru membuka pintu penumpang dan naik ke dalam mobil. Dan malam itu, mimpiku bisa melewatkan malam minggu berduaan dengan Bae Yong Joon kandas sudah. Ineke pasti akan tertawa terbahak-bahak apabila mendengar ceritaku ini.
Pagi itu aku bergegas menuju kantor KlabZoom, sambil membawa kotak makan berisi 2 potong tuna sandwich segitiga yang khusus aku siapkan sejak pagi tadi. Rencananya pagi ini, aku akan memberikan roti ini kepada Kak Edu sebagai ucapan terima kasih karena sudah mengantarku pulang ke rumah hari sabtu lalu. Sejak subuh tadi, aku sudah mempersiapkan semua bahan terbaik untuk sandwich itu. Mulai dari daun selada dan tomat paling segar, lapisan tuna spread yang tebal, tidak lupa keju lembaran dan mayones serta saos tomat yang menyempurnakan sandwich ini.
Aku tahu Kak Edu selalu datang pagi-pagi dan pasti langsung ke ruangan KlabZoom. Aku memasuki ruangan KlabZoom, samar-samar aku mendengar sepasang suara laki-laki dan perempuan yang aku kenali sebagai suara Kak Santi dan Kak Edu.
Aku bingung antara harus melangkah lebih jauh ke dalam atau mundur berbalik dengan resiko yang sama, mereka tetap akan melihatku. Aku memilih mundur, namun sudah terlambat, Kak Santi sudah melihatku, “Ada apa, Dira?” tanyanya lembut. Mereka duduk berdekatan di sofa di ruangan itu. Tangan Kak Santi tampak dalam genggaman Kak Edu. Aku menjawab dengan terbata-bata, “ Ehm.. tidak ada apa-apa, Kak Santi. Kemarin aku janjian sama Ineke di sini. Tapi ternyata dia belum datang. Maaf mengganggu, Kak.” kataku lagi. Tubuhku mendadak lemas, kotak makan berisi dua potong tuna sandwich segitiga kusembunyikan di balik punggungku. Bergegas aku keluar.
Tiba-tiba mataku terasa panas. Aku sudah bisa menyimpulkan apa yang terjadi. Hubungan Kak Edu dan Kak Santi, bukanlah teman biasa. Kak Edu ternyata sudah memilih, dan dia memilih Kak Santi dibandingkan aku. Kalau tidak ingat hari ini masih panjang, ingin rasanya aku berlari pulang dan menangis sepuas-puasnya di atas bantal sambil memeluk teddy bear kesayanganku.
Ineke kebingungan melihat tingkahku. “ Elo kenapa sih, Dir? Dari tadi diam aja,” tanyanya panik. Tak tahan akhirnya aku menceritakan semuanya. Menceritakan kesimpulanku tentang hubungan Kak Edu dan Kak Santi. Ineke diam mendengarkan. Lalu perlahan dia berkata, “ Maaf yah, aku ga tau kalau mereka sudah jadian...” Aku tersenyum kepadanya,” It's ok, Ineke. Gue aja kali yang terlalu buta. Sejak kejadian semobil bertiga itu, harusnya gue sudah notice what's really going on...”
“ Cup..cup....jangan sedih lagi yah. Ke rumah gue aja yuk. Gue baru beli banyak DVD seri Korea. Dijamin setelah lihat cowok-cowok itu, elo pasti langsung lupa sama Kak Edu...”. Ineke menggandeng tanganku. I hope so...

Dua episode Boys Before Flowers dan satu cup Ben and Jerry Cookies and Cream ternyata bisa sedikit mengobati patah hatiku. Siang itu, rumah Ineke terasa sangat sepi. Kedua orang tua Ineke memang bekerja dan Ineke hanya dua bersaudara dengan Topan. Di rumah sebesar itu hanya mereka berdua dengan satu pembantu di siang hari.
“ In, gue numpang ke toilet yah?'
“ Di kamar gue aja, lorong depan pintu kedua sebelah kiri yah,” kata Ineke cuek sambil matanya tak lepas dari flat TV di hadapannya.
Aku berjalan menyusuri lorong di samping living room, rupanya ini deretan kamar tidur. Aku mulai menghitung, satu, dua, dan ada satu pintu yang terbuka aku langsung masuk ke kamar itu. Di sudut ruangan terdapat sebuah tempat tidur single berlapiskan sprei warna hitam dan poster michael jordan berpigura juga hitam menghiasi di dinding,
Ini pasti kamarnya Topan. Tiba-tiba aku tertarik dengan sederetan pigura foto yang menempel di dinding. Foto sunset di Sunda Kelapa, foto ibu-ibu tua di pinggir danau, foto anak-anak kecil di pinggir pantai, dan aku terhenti di depan pigura selanjutnya. Pigura keempat berisi foto-fotoku dalam bentuk candid yang disusun seperti puzzle. Aku dengan seragam putih-putih ketika sedang berbaris pada saat orientasi siswa, aku dengan latar belakang kantin sekolah, aku sedang tertawa bersama Ineke di ruangan KlabZoom, dan beberapa fotoku di Cafe Batavia. Semuanya terekam dengan indah dengan menggunakan teknik foto yang profesional. Dan aku kelihatan cantik dan bersahaja dalam di dalam foto-foto tersebut.
“ Kamu cantik yah di foto-foto itu. Tapi aku paling suka yang ini,” Suara berat Topan mengejutkanku, dia sudah berdiri di sampingku dengan masih mengenakan kaos tim basket sekolah.
“ Maaf, aku lancang masuk kamar abang,” kataku pelan. “ Tidak apa-apa, kamarku memang selalu terbuka, apalagi untuk cewek secantik kamu.” Selalu saja, kata-kata Topan berhasil membuatku tersipu malu.
“ Kamu pasti bingung yah, kenapa ada banyak foto kamu disini. Bukan karena aku pencinta keindahan wanita, tapi.... sebenarnya aku sudah lama naksir kamu, Dira. Bahkan sejak kamu baru turun dari mobil mamamu di hari pertama orientasi sekolah.”
“ Aku senang ternyata kamu sahabat Ineke dan lebih senang lagi ketika kamu bergabung dengan Klabzoom Tapi aku mulai curiga ketika Ineke rajin bertanya tentang Kak Edu. Baru ketahuan kalau kamu naksir Edu. Sehingga yang bisa kulakukan hanyalah menikmati sosokmu dari kejauhan.”
Aku tertegun tidak bisa berkata-kata mendengar penuturan Topan. Sebenarnya sejak siang itu tepi Kali Ciliwung, dadaku selalu terasa berdebar lebih cepat dibandingkan biasanya apabila melihat Topan. Dan kuakui perasaan ini berbeda dengan apa yang kurasakan apabila di dekat Kak Edu. Mungkinkah ini sebenarnya yang namanya jatuh cinta, Dan aku salah menerjemahkan kekagumannya kepada Kak Edu sebagai perasaan jatuh cinta?
Topan memandangku lekat, mengangkat dagunya lembut dengan jemari tangannya,“ Sudah terlanjur kamu melihat semua, sudah terlanjur kamu mengetahui perasaanku. Boleh sekarang aku bertanya sesuatu kepadamu?” Dadaku berdebar kencang menanti kelanjutan kata-katanya.
“Aku sayang kamu, Dira. Aku ingin hubungan kita lebih istimewa. Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang, biarlah waktu yang menjawab bagaimana perasaanmu kepadaku.” Topan melanjutkan,“ Kalau kamu sudah tahu jawabannya, kamu tidak perlu menjawabnya dengan kata-kata, Dira. Cukup bawakan saja aku tuna sandwich segitiga.” kata Topan lagi sambil tersenyum mengodaku.
Aku tersenyum malu. Dalam hati aku berjanji, besok pagi akan membawakan tuna sandwich segitiga, kali ini untuk Topan.

Have a nice week end,
dhidie

Comments

Popular posts from this blog

Her World

Jam dinding di sebuah pusat kebugaran di selatan kota Jakarta menunjukkan tepat pukul 8 malam. Meskipun udara di dalam studio yoga terasa sangat dingin, Tanya mengelap keringat yang menetes di keningnya. Kaos tipis yang dikenakannya seakan menempel di tubuhnya, basah oleh keringat. Setelah melakukan berbagai pose yoga mulai dari downward-facing dog, plank pose, chaturanga dandasana dan diakhiri dengan salamba sirsasana atau supported headstand , Tanya merasa pikirannya lebih tenang. That's the power of yoga. Seluruh pose yoga seakan dapat merilekskan otot-ototnya sekaligus pikirannya. Sambil berjalan menuju locker room, Tanya membalas sapaan beberapa orang yang telah lama dikenalnya sejak dia menjadi anggota di pusat kebugaran ini. Membuka gembok lockernya, mengambil perlengkapan mandinya, sambil sekilas membaca pesan Andri di smartphonenya. “ Babe, I'll be at coffee shop outside. Meet me when you finish.” Tanya tersenyum, membayangkan pasti sekarang Andri sedang sibuk be

Makan pecel yuuuk....

Pecel Madiun Serpong the famous pecel madiun....hmmmm.... es dawet a.k.a cendol the place can fulfill your passion to shop too Cheers, Dhidie

A piece of Crab from Prawn City

sedikit oleh2 cerita dari kota cirebon. berangkat jam 7 malem sampai jam 2.30 pagi. what a trip. bekal kangen sama anak dan niat reuni SMP yang kuat, sempet dua kali berhenti di rest area, hopeless macet di pantura, muter balik ke arah bandung. Thank's God, arrived safely. cirebon only means two words, food and food. must visit teteup toko Shinta Manisan (ranginang keju dan rambak pedes). must eat foodsnya teteup tahu gejrot dan empal gentong (sumpah ga pake lontong) bonusnya nemu krupuk melarat pake sambel dan otak2 enakplus teh manis tong tji dingin dan mendoan berbumbu kecap. kenyang, puas masih ada Jack POT-nya Fried Rajungan (small crab) di depan toko Shinta, terakhir makan sepuluh tahun yang lalu. yang satu reuni sama temen2nya yang satu reuni sama makanan jaman dulu